tag:blogger.com,1999:blog-70394780787416638252024-03-05T22:32:08.770-08:00KISAH DONGENG SEBELUM TIDURjaman sekarang dongeng sebelum tidur seperti hilang dan digantikan oleh yang lebih modern, padahal itu adalah salah satu interaksi antara anak dengan orang tuaBLOGGER OF THE VILLAGEhttp://www.blogger.com/profile/14014018964984765649noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-7039478078741663825.post-27724111757118442452010-10-08T08:48:00.000-07:002010-10-08T08:48:06.954-07:00LEGANDA SANGKURIANG<span style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: small;"><i>Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu <span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi.Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu. </span></i></span> <div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQvZ2KG2o0m1A5rGAvvLyphtMp8nBTfS9w6z-46bVQir2yzCTKq6ZcWEewh-akBmHqTtpIkoXTQsZWO1apnmTQqWbNlQ_dFTdEqwCixwC1FxmXLTGxWQ6FAfZkfB5afhfl36Zm9eU8ncQ5/s1600/legenda-sangkuriang1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="221" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQvZ2KG2o0m1A5rGAvvLyphtMp8nBTfS9w6z-46bVQir2yzCTKq6ZcWEewh-akBmHqTtpIkoXTQsZWO1apnmTQqWbNlQ_dFTdEqwCixwC1FxmXLTGxWQ6FAfZkfB5afhfl36Zm9eU8ncQ5/s320/legenda-sangkuriang1.jpg" width="320" /></a><a href="http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Cerita_Rakyat/jabar2.ram"><em> </em></a>Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya. </i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i>Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan.</i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"> </div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i><a href="http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Cerita_Rakyat/jabar3.ram"><em> </em></a>Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.</i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"> </div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i><a href="http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Cerita_Rakyat/jabar4.ram"><em> </em></a>Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. </i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"> </div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i><br />
</i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i><a href="http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Cerita_Rakyat/jabar5.ram"><em> </em></a>Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Disana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya. </i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"> </div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i>Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi demi melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan.</i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"> </div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i>Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.</i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"> </div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i>Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan mahluk-mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota.</i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"> </div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: small;"><i>Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.</i></span></div><div style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"> <span style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; font-size: small;"><i><span style="color: black; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama "Tangkuban Perahu</span></i></span></div>BLOGGER OF THE VILLAGEhttp://www.blogger.com/profile/14014018964984765649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7039478078741663825.post-88096007905315968642010-10-08T08:26:00.000-07:002010-10-08T08:26:01.194-07:00ASAL MULA PADI<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ-8KWB1w35ZwA8Lt-wdmixjQhGMiCyu-uHkyL1Sz-IQqECgZmaUi9C6V-3gLc7_0u1fdAW9yeeivfzKJGB1PakVUD4yOkdjJlf5rDZ6GtsHmMFRnhbCTtobhsR5jgHEiD6plfkc96DVp1/s1600/padi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ-8KWB1w35ZwA8Lt-wdmixjQhGMiCyu-uHkyL1Sz-IQqECgZmaUi9C6V-3gLc7_0u1fdAW9yeeivfzKJGB1PakVUD4yOkdjJlf5rDZ6GtsHmMFRnhbCTtobhsR5jgHEiD6plfkc96DVp1/s320/padi.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia9ArFhsNVCLs46asMto7aTGmW8xcE8yDTxq_GPgVnWihA0PuuRpi0IW3Ta7hpDAFO_FBjCxOtmPZYDjEMWoi1QwbcODYs8qp4pYffEVQV_Wswt2t0zQoZI6xyi0mQ0DIcUhbhYScIWGoN/s1600/padi1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><br />
</a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="background-color: magenta;"></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><i>Sri Pohaci Long Kancana" yang melaporkan bahwa di Buana Panca Tengah</i><br />
<i>belum terdapat "Cihaya" berupa sesuatu kebutuhan hidup para umat, yang</i><br />
<i>ada baru berupa "Nur Muhammad". Mendengar hal tersebut, Sunan Ibu</i><br />
<i>menitahkan agar Dewi Sri Pohaci Long Kancana berangkat ke Buana Panca</i><br />
<i>Tengah.</i><br />
<br />
<i>Dalam seyogianya Dewi Sri Pohaci Long Kancana tidaklah berkeberatan</i><br />
<i>untuk berangkat ke Buana Panca Tengah asalkan kepergiannya ditemani</i><br />
<i>Eyang Prabu Guruminda. Permohonan Sang Putri pun dikabulkan oleh Sunan</i><br />
<i>Ibu.Sebelum berangkat meninggalkan Sorga Loka, Eyang Guruminda duduk</i><br />
<i>bersemedi memohon petunjuk Hiang Dewanata. Setelah selesai semedi dan</i><br />
<i>memperoleh petunjuk, dengan kesaktiannya yang hanya dalam waktu sekejap</i><br />
<i>sang Putri berubah bentuk menjadi sebuah telur.</i><br />
<br />
<i>Setelah semua persiapannya selesai, maka berangkatlah Eyang Guruminda</i><br />
<i>mengiring Dewi Sri Pohaci Long Kancana dengan tujuan Negara Buana Panca</i><br />
<i>Tengah, yang disimpan dalam sebuah Cupu Gilang Kencana. Prabu Guruminda</i><br />
<i>setelah beberapa lama terbang ke setiap penjuru</i><br />
<i>utara-selatan-barat-timur yang pada akhirnya pada suatu ketika Cupu</i><br />
<i>Gilang Kencana terbuka dan "telur" di dalamnya pun terjatuhlah.</i><br />
<br />
<i>Sudah menjadi kersaning Sang Dewata, telur yang terjjatuh tadi jatuh di</i><br />
<i>suatu tempat yang mana tempat itu dihuni oleh Dewa Anta. (Cirebon</i><br />
<i>sekarang?). Dewa Anta yang mengetahui di tempat bersemayamnya ada telur,</i><br />
<i>ta ayal lagi maka telur itu pun dieraminya. Setelah beberapa waktu</i><br />
<i>lamanya telur dalam eraman Dewa Anta menetas dan lahirlah seorang putri</i><br />
<i>yang sangat cantik.</i><br />
<i>Dalam kedewasaannya dengan paras yang sangat cantik yang akhirnya</i><br />
<i>tersiar berita ke seluruh negri dan berdatanganlah ratu-ratu kerajaan</i><br />
<i>pada zamannya dengan maksud akan meminangnya untuk dijadikan permaisuri.</i><br />
<br />
<i>Dewi sri pohaci Long Kencana memperoleh pinangan dari para ratu ini</i><br />
<i>bukanlah menjadikan hatinya senang karena bila ia menerima pinangan</i><br />
<i>berarti ia telahmengingkari niatnya dan amanat yang telah dibebankan</i><br />
<i>kepadanya. Kepada setiap ratu pun telah dijelaskan bahwa maksud</i><br />
<i>pengembaraannya itu bukan semata-mata untuk mencari bakal suami, namun</i><br />
<i>untuk mengemban amanat dari Sang Hiang Widi di Sorga Loka yaitu untuk</i><br />
<i>menganugerahkan "CIHAYA" kepada negara gelar Buana Panca Tengah. >></i><br />
<br />
<i>Walau penjelasn telah disampaikan namun pinangan terus-menerus</i><br />
<i>berdatangan juga dan oleh karenanya pada akhirnya Dewi Sri Pohaci Long</i><br />
<i>Kencana menderita tekanan bathin dan jatuh sakit. Lama kelamaan sakitnya</i><br />
<i>semakin parah dan tibalah suatu saat Sang Putri menyampaikan amanat</i><br />
<i>terakhir "Nanti bila saatnya tiba dan bila kelak aku sudah disemayamkan,</i><br />
<i>akan terdapat suatu keanehan-keanehan pada pusaraku". Hendaknya</i><br />
<i>diperhatikan pada pusaraku; pada bagian "larangan" kelak akan tumbuh</i><br />
<i>"pohon enau", sedang pada bagian "puser" akan tumbuh bermacam-macam</i><br />
<i>tumbuhan dan pada bagian kepala akan tumbuh "pohon kelapa". Dan akhirnya</i><br />
<i>dengan kehendak Sang Hiang Widi, Putri antik pun tilemlah.</i><br />
<i>Benarlah apa yang diamanatkan oleh Sang putri adalah menjadi kenyataan.</i><br />
<i>Dikisahkan pada suatu hari, ada kakek-nenek pencari kayu yang seperti</i><br />
<i>biasanya pada hari-hari tertentu mencari kayu bakar dan sekedar mencari</i><br />
<i>bahan makanan untuk bekal hidupnya berdua.</i><br />
<br />
<i>Suatu ketika kakek dan nenek mendapatkan sebuah pusara yang telah</i><br />
<i>ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang belum pernah ditemui dan dilihatnya</i><br />
<i>selama ini. Seperti apa yang telah diwasiatkan terdahulu bahwa pada</i><br />
<i>bagian "larangan" tumbuh pohon enau dan pada bagian kepala tumbuh pohon</i><br />
<i>kelapa. Namun pada bagian sekitar pusernya tumbuh bermacam-macam</i><br />
<i>tumbuhan dan tepat pada "puser'nya tumbuh suatu tanaman yang sangat aneh</i><br />
<i>dan belum pernah selama ini kakek dan nenek menemukannya dan baru kali</i><br />
<i>ini melihatnya. Adalah serangkai tumbuhan berdaunan bagus berbuah masih</i><br />
<i>hijau berbulu bagus pula.</i><br />
<br />
<i>Timbul niatnya untuk memeliharanya dan dibersihkannya sekitar tumbuhan</i><br />
<i>tersebut. Demikian dari hari ke hari minggu ke minggu dengan penuh</i><br />
<i>kesabaran dan ketekunan tumbuhan itu dipeliharanya. Tak terasa waktu</i><br />
<i>berjalan terus hingga menjelang bulan ke 5, buah yang hijau tdi telah</i><br />
<i>buncit berisi, sehingga buah yang setangkai itu merunduk karena</i><br />
<i>beratnya. Dengan penuh kesabaran dan keyakinan lagi pula ingin</i><br />
<i>mengetahui sampai di mana dan apa sebenarnya tumbuhan yang aneh itu.</i><br />
<i>Setelah beberapa lama menjelang bulan ke 6 ditengoknya kembali tumbuhan</i><br />
<i>tersebut dan ternyata butir-butir buah tadi berubah menjadi kuning</i><br />
<i>sangat indah nampaknya.</i><br />
<i>Setelah keduanya termenung maka timbullah niat untuk memetiknya.</i><br />
<i>Sebelum dipetik buah tadi dicicip terlebih dahulu dan ternyata isinya</i><br />
<i>putih dan semu manis rasanya. Kakek dan nenek menyiapkan dupa beserta</i><br />
<i>apinya untuk membakar kemenyan untuk memohon izin kepada Hiang Widi.</i><br />
<i>Selesai upacara membakar kemenyan, ditebaslah tumbuhan yang dimaksud dan</i><br />
<i>alangkah terkejutnya kakek dan nenek itu karena pada tangkai yang</i><br />
<i>dipotong tadi mengeluarkan darah bening serta harum *) namun bagi kakek</i><br />
<i>dan nenek tidaklah menjadi penyesalan karena disadarinya bahwa kejadian</i><br />
<i>ini sudah menjadi kehendak yang kuasa. Dan sudah bening serta harum</i><br />
<i>pulalah yang dijadikan kemenyan.</i><br />
<br />
<i>Namun timbul kemudian niatnya untuk menanamnya kembali dan butir-butir</i><br />
<i>buah tadi ditanamnya kembali sekitar pusara tadi. Keajaibannya pun</i><br />
<i>terjadi kembali karena dengan seketika itu pula butir-butir tadi tumbuh</i><br />
<i>dan sudah berbuah kuning pula. Kakek dan nenek langsung menbasnya pula</i><br />
<i>dan ketika itu pulalah ditaburkannya butir-butir kuning itu demikina</i><br />
<i>terus kejadian itu terulang sehingga terkumpullah ikatan butir-butir</i><br />
<i>buah kuning banyak sekali.</i><br />
<i>Atas kejadian ini kakek dan nenek menjadi bingung karenanya, memperoleh</i><br />
<i>hasil sangat berlimpah dalam waktu sekejap. Dari asal buah setangkai.</i><br />
<i>Lagi pula apa yang mereka miliki belum tahu apa dan buah apa gerangan</i><br />
<i>terlebih namanya pun belum ada.</i><br />
<br />
<i>Demikian, karena kakek dan nenek dalam kebingungan bahkan belum mendapat</i><br />
<i>keputusan untuk memberinya nama. Sehingga tiba-tiba nenek mengusulkan</i><br />
<i>bahwa berhubung kakek dan nenek selalu bingung tidak bisa ada keputusan</i><br />
<i>dan sukar untuk memilih, yang dalam bahasa Sundanya disebut "paparelean"</i><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZ-8KWB1w35ZwA8Lt-wdmixjQhGMiCyu-uHkyL1Sz-IQqECgZmaUi9C6V-3gLc7_0u1fdAW9yeeivfzKJGB1PakVUD4yOkdjJlf5rDZ6GtsHmMFRnhbCTtobhsR5jgHEiD6plfkc96DVp1/s1600/padi.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><i>lebih baik buah ini kita sebut "pare" saja, demikian yang pada akhirnya</i><br />
<i>tumbuhan serta buahnya tadi diberi nama "Pare".</i><br />
<br />
<i>Tidaklah keberatan kiranya penulis di sini sedikit menganalisa atas</i><br />
<i>terjadinya nama "Pare". Pertama, mungkin karena ada kata "paparelean"</i><br />
<i>asal dari dua suku kata yaitu "papar" yang artinya "jelas", "maparkeun"</i><br />
<i>yang artinya menjelaskan, atau menegaskan, serta diambil dari kata</i><br />
<i>"Alean" (Sunda) yang artinya "milih" sehingga gabungan dari dua suku</i><br />
<i>kata awal yang mengandung dua makna yaitu "Par" da "e" pada elean</i><br />
<i>sehingga menjadi kata "Pare". >></i><br />
<br />
<i>Kedua, mungkin asal kejadian dari kata "Alean" itu sendiri yang artinya</i><br />
<i>memilih. Umpamanya saja kami ambilkan contoh dari kata "pilih" bisa jadi</i><br />
<i>"milih" - marilih - "Parilih". Sehingga dalam kata "Alean" pun (kata</i><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br />
</div><i>Sunda buhun) bisa terjadi perubahan bentuk menurut kebutuhan menjadi</i><br />
<i>pang"marelean"keun-di "perelean" yang kemudian hasil dari "marilih" tadi</i><br />
<i>disebut "PARE".</i><br />
<br />
<i>Demikian hingga sekarang di tatar Sunda yang dimaksud Nagara Buana Panca</i><br />
<i>Tengah, hingga kini tumbuhan serta buahnya yang dimaksud disebut "PARE",</i><br />
<i>yang merupakan cita-cita Dewi Sri Pohaci Long Kancana untuk kelengkapan hidup yang disebut "CIHAYA". ***</i>BLOGGER OF THE VILLAGEhttp://www.blogger.com/profile/14014018964984765649noreply@blogger.com0